Recommended Post Slide Out For Blogger

Mengenal Apa dan Siapa Yahudi Itu?

Mengenal Apa dan Siapa Yahudi Itu?
RasyaShare.COM - Judaism (agama Yahudi) adalah agama yang dianut oleh sekelompok kecil masyarakat, yaitu masyarakat Yahudi.

Berjumlah kurang lebih 16 juta jiwa pada puncak pertumbuhannya sebelum Perang Dunia ke II. Sekarang berkurang sekitar sepuluh atau sebelas juta jiwa, akibat kekejaman kelompok-kelompok yang berusaha menghancurkan akar, cabang, etnis dan agama ini.

Menurut catatan Psalm yang ditulis oleh David, dan Epigram, yang disusun oleh Sulaiman, jumlah mereka kurang dari satu juta jiwa pada hari nasionalnya, dan tidak lebih dari 4-5 juta ketika nasib politik mereka sebagi bangsa tersumbat pada tahun 70-an, dan harus memasuki panggung sejarah (Historic Career) sebagai masyarakat dunia yang religious dengan tuntutan kitab sucinya, The Bible, akhir abad pertengahan abad 13, ketika agama Yahudi mencapai puncak perkembangannya dan memberikan sumbangan besar terhadap peradaban Eropa, jumlah populasi mereka di Eropa tidak lebih dari satu juta jiwa.

Berkurangnya populasi Yahudi ini disebabkan oleh persoalan seputar apakah Yahudi itu ras atau bukan. Sementara orang berpendapat bahwa Yahudi itu ras, mengingat banyak tulisan yang membenarkan pendapat diatas.

Tapi kebenaran tesis ini membawa ironi bagi umat Yahudi ketika Jerman dibawah rezim Nazi (Adolf Hitler) tahun 1930, melakukan eksterminasi (pembantaian) terhadap orang-orang Yahudi dengan alasan bahwa mereka itu ras yang hina (an inferior race).

Menurut catatan Holocaust, sekitar enam juta orang Yahudi, baik laki-laki, perempuan maupun anak-anak mati terbunuh di kamp Konsentrasi Jerman dan Polandia selama perang dunia kedua. Dari sini terlihat jelas bahwa orang-orang Yahudi kini bisa disebut sebagai ras, hanya persoalannya ialah sulit untuk mengidentifikasikan mereka, karena banyaknya ras Yahudi yang ada.

Mereka itu tersebar dimana-mana di banyak bagian belahan dunia ini, dikenal dengan sebutan anak-anak Israel (The Children of Israel), Yahudi. Dimana ada penduduk dunia baik Timur, Barat, Utara maupun Selatan disana bisa ditemukan orang Yahudi.

Di Abyssina misalnya, orang Yahudi berkulit hitam, persis seperti penduduk aslinya. Ada sejumlah orang Yahudi di Negara Cina, juga mirip dengan penduduk aslinya berkulit kuning dan bermata sipit. Di Italia, orang Yahudi berkulit kehitam-hitaman dan bermata hitam. Di Rusia Utara, Kanada, Swedia dan Norwegia, orang Yahudinya bisa ditengarai dengan rambut pirang, kulit putih dan mata biru. Sedang di Denmark, Jerman dan Irlandia, golongan Yahudinya berambut merah dan bermata biru. Di daerah yang beriklim panas, kaum Yahudinya berbadan pendek dan berambut hitam. Sementara di negara-negara yang beriklim dingin mereka umumnya bertubuh tinggi dan berkulit putih.

Hebatnya, semua orang Yahudi yang bertempat tinggal di negara-negara itu selalu menggunakan bahasa nasional negara bersangkutan. Di Italia mereka berbahasa Itali, di Inggris berbahasa Inggris, di Cina juga berbahasa Cina, dan seterusnya.

Meskipun tidak saling mengenal antara satu dengan lainnya, berbeda bentuk fisik dan tutur bahasanya, tapi orang-orang Yahudi itu merasa akrab bila bertemu dan berada di tengah-tengah saudara-saudara yang lain.

Keakraban ini disebabkan oleh banyak faktor, dan faktor pertama dan utama yang merajut keakraban itu tak lain adalah ikatan keagamaan mereka yang kuat. Ikatan atau hubungan itu memang terasa unik dalam agama Yahudi.

Agama ini tidak bisa dipahami tanpa mengetahui kehidupan orang Yahudi secara terus menerus. Dengan proses konversi agama yang normal, agama ini dapat mengakomodasi dan mengasimilasi setiap individu, bahkan semua bangsa, dan hal ini sudah dilakukan. Tapi bila orang Yahudi musnah dan lenyap dari dunia ini, agama ini juga musnah bersama mereka. Sementara orang lain yang tidak punya hubungan kesejarahan (historic connection) dengan masa lalu orang Yahudi pada dasarnya bisa menjadi penerus tradisi ajaran Yahudi.

Namun pemahaman, upacara dan penghayatan, di mana prinsip-prinsip Yahudi ada di dalamnya, dan menjadi bangunan agama ini (a body of Judaism), tidak akan bermakna bagi mereka yang nenek moyangnya tidak pergi ke luar tanah Mesir, atau siapa saja yang tidak lahir dalam tradisi, yang bapaknya pernah tinggal di kaki Sinai. Juga mereka dan anak cucunya yang tidak selalu berada dalam kerajaan para pendeta dan bangsa yang suci (a holy nation).

Karena itu ikatan yang tak terpisahkan antara orang Yahudi dan agamanya merupakan bagian dasar agama ini. Ia berbeda dari agama Kristen yang selalu berharap belas kasihan dan kemurahan Tuhan.

Bagi para pemeluknya, agama Yahudi pada hakekatnya bukan ditilasi air mata dan duka cita orang lain yang diberikan secara cuma-cuma oleh belas kasih tangan Tuhan, atau didapat melalui misteri keimanan, tapi harus dengan kesabaran dan ketegaran atas berbagai persoalan yang mereka alami berabad-abad lamanya, berupa pengalaman bangsa yang bersejarah, yang disinari oleh ajaran para nabi dan orang-orang bijak mereka.

Maka agama Yahudi bisa menampakkan jati dirinya dalam dua dimensi, universal dan nasional. Sebagai sistem pemikiran keagamaan (a system of religious thought), ia bersikap universal, prinsip-prinsip etikanya merangkul seluruh umat manusia.

Sebagai kultus keagamaan (a religious cult), ia bersifat nasional ditengarai oleh ikatan kesejarahan dan warna kedaerahan, disiplin agamanya hanya mengikat para pemeluknya saja. Sebagai contoh ialah keberadaan organisasi sosial elite seperti Rotary Club, Lion Club dan lainnya yang berdiri di kota-kota besar di Indonesia, yang berorientasi pada masalah kemanusiaan, pengobatan massal (operasi katarak dan bibir sumbing), pembuatan patung polisi, MCK, pemberian bingkisan lebaran, terkadang salat tarawih dan buka puasa bersama.

Bila benar semua itu merupakan jaringan (network) Yahudi internasional, maka hal itu harus dilihat dari kerangka pikir "Sistem pemikiran keagamaan" Yahudi yang bersifat universal yang dapat diartikulasikan oleh semua etnis dan ras dunia.

Sebaliknya, jika orang Yahudi merayakan hari Sabat pergi ke Sinagog atau kegiatan ibadah lainnya, hal ini harus diletakkan dalam perspektif "kultus keagamaan" Yahudi yang bersifat nasional itu, yang mengikat hanya para pemeluknya saja.

Menanggapi persoalan di atas, Ahmad Syalaby mengatakan karena belum merasa puas terhadap organisasi Masonisme, orang-orang Yahudi lalu mendirikan organisasi lain yang bertujuan menggalang solidaritas sosial kemanusiaan bernama Rotary Club.

Klub-klub ini terdapat di hampir seluruh kota-kota besar atau metropolitan dunia dan bergerak pada masalah-masalah kemasyarakatan seperti Sarasehan, Seminar, Pelayanan Kesehatan, Perbaikan Lingkungan, Upacara Keagamaan dan lain sebagainya.

Juga berupaya mempererat ikatan persaudaraan sesama anggotanya yang berasal dari berbagai negara dengan latar belakang agama dan kepercayaan yang berbeda-beda. Dengan demikian, orang-orang Yahudi bisa berinteraksi dengan mereka atas dasar persaudaraan dan kasih sayang yang pada gilirannya dapat merealisasikan keinginan dan cita-citanya baik dalam lapangan ekonomi, industri, politik, media masa maupun lainnya.

Karena kegiatan klub-klub atau organisasi ini bisa menimbulkan bahaya, Vatikan melalui Majelis Tertinggi Tahta Suci, pernah mengeluarkan satu dekrit pada tanggal 20 Desember 1950 yang isinya melarang para ahli dan pemuka agama Kristen memasuki perkumpulan yang dikenal dengan nama Rotary Club ini, dan mengikuti kegiatan-kegiatannya.

Mereka juga diminta untuk mematuhi dekrit bulan 4 April 1964 nomor 684 yang berisi larangan melibatkan diri pada perkumpulan "Masonisme" yang keberadaannya masih belum jelas (rahasia) dan kegiatannya masih diragukan. Sekalipun disimbolkan dengan jargon-jargonnya yang menarik seperti kemerdekaan, persaudaraan dan persamaan, organisasi itu menurut Paus tetap mengundang bahaya bagi umat Katholik

Mengenai masalah siapa itu Yahudi atau kapan seseorang bisa dikatakan Yahudi, hal ini bisa dijelaskan dengan memahami tradisi yang menjadi wacana dasar agama Yahudi.

Agama ini mengajarkan bahwa bila anak lahir dari ibu yang Yahudi, maka ia disebut Yahudi, tanpa memandang siapa yang mengasuh dan membesarkan anak itu. Sebagai contoh, anak yang lahir dari bapak Yahudi dan ibu non Yahudi, ia tidak bisa dikategorikan Yahudi, tapi yang bersangkutan bisa berbuat atau melakukan sesuatu sebagai Yahudi, pergi ke Sinagog, merayakan Sabat atau hari-hari keagamaan dan bergaul dengan sesama teman-temannya yang Yahudi.

Di sisi lain, anak dari bapak non Yahudi dan ibu Yahudi, tapi dibesarkan atau dididik sebagai Kristen, ia masih disebut Yahudi menurut kacamata Yahudi, sekalipun asuhan itu membuat ia buta sama sekali tentang agama Yahudi. Yang jelas, dalam perspektif Yahudi, bukan asuhan, didikan atau pengetahuan yang menentukan status anak menjadi Yahudi, tapi agama Ibu (the religion of the mother).

Persoalan lain yang sering menjadi wacana intelektual seputar Yahudi ialah masalah apakah Yahudi itu bisa digolongkan sebagai masyarakat religius atau tidak.

Memang secara spintas dapat digambarkan bahwa Yahudi itu adalah masyarakat agamis, tapi kenyataannya, banyak yang menganggap mereka bukan termasuk golongan itu. Malahan mereka mengatakan sebagai penentang agama dan lebih bangga menyebut dirinya orang Yahudi saja.

Masalah lain, kita tidak bisa menyatakan bahwa Yahudi itu merupakan "masyarakat bangsa", karena mayoritas umat Yahudi dunia tidak mesti tinggal di negara Yahudi (Israel), tapi di banyak negara dunia ini.

Barangkali istilah yang tepat untuk mereka ialah kelompok etnis (ethnic group), dalam arti meliputi seluruh orang Yahudi baik yang agamis, sekuler, nasional maupun zionis. Mereka itu tidak harus berasal dari Israel, karena yang hidup di sana ada yang Muslim dan ada juga yang Kristen.

Dari mereka ada yang tidak makan daging babi sebagaimana orang Islam dan ada pula yang tidak mengetahui sama sekali masalah agama. Satu hal yang tidak bisa dibantah bahwa agama mereka mengakui Yahudi sebagai satu masyarakat, meski sudah terjadi perubahan pada agama ini selama berabad-abad.

Yang jelas agama Yahudi saat ini berbeda dari agama Yahudi era Bibel, hanya pada masa lalu saja bisa dijumpai kelompok-kelompok religius yang pluralistik. Karena sekarang terdapat banyak institusi pemikiran yang mampu mempertemukan berbagai ide dan hal-hal yang praktis, banyak orang Yahudi yang berbeda dari lainnya.

Referensi : http://media.isnet.org

0 komentar:

Posting Komentar