Buya Hamka, Ulama yang Bergelar Pahlawan Nasional
RasyaShare.COM - Tidaklah mudah menggali apa yang sudah lama terkubur dan
juga bukanlah perkara yang ringan untuk mencoba mengumpulkan kembali apa yang
sudah terlanjur terlupakan. Namun sesulit apapun itu, tahun 2011 lalu beliau
tetap diberikan sebuah gelar penghormatan sebagai pahlawan Nasional. Mungkin
tak banyak orang yang mengetahui seberapa besar kontribusi yang telah berikan
dan diwariskan oleh Haji Abdul Malik bin Abdul Karim Amrullah atau yang lebih
dikenal dengan sebutan Buya Hamka.
Walaupun gelar pahlawan tersebut baru diberikan setelah tiga
puluh tahun setelah beliau wafat, namun nampaknya hal ini tetap menjadi kabar
gembira bagi masyarakat islam Indonesia, karena dengan begitu berarti Negara
telah memberikan pengakuan terhadap segala bentuk kontribusinya bagi Indonesia.
Walaupun tidak semua orang paham dan mengetahui betapa peran beliau cukup
signifikan bagi bangsa Indonesia.
Buya Hamka merupakan seorang sosok Ulama yang multitalenta
yang mungkin tak banyak ditemukan di dalam sejarah panjang Bangsa Indonesia.
Beliau dilahirkan pada tahun 1908 dan wafat
pada 1981 setelah beliau berhasil menyumbangkan banyak sekali ilmu
pengetahuan agama yang kemudian diwariskan kepada generasi Islam Indonesia
selanjutnya. Salah satu warisan dari seorang Buya Hamka adalah buku tafsirnya
yang ditulis saat beliau berada di dalam penjara pada tahun 1964, yang dikenal
sebagai tafsir Al Azhar. Hingga kini karya tafsir tesebut menjadi karya tafsir
yang paling dibanggakan dalam sejarah umat islam Indonesia.
Buya Hamka merupakan sosok ulama yang memiliki pengetahuan
umum yang sangat luas, ia bahkan sempata menjadi seorang jurnalis di beberapa
media lokal ketika masa mudanya dan bahkan ia juga sempat menjadi seorang
editor di majalah Al Mahdi, Pedoman Masyarakat, Panji Masyarakat dan Gema
Islam. Sehingga dari pengalamannya tersebut, tak aneh jika beliau pun sangat
produktif menulis dan membuat buku, tak hanya karya non fiksi tentang ilmu
pengetahuan umum dan islam, beliau juga tak kalah aktif dalam menulis buku
fiksi, beberapa karya sastranya yang terkenal sampai saat ini adalah novel
maupun cerpen sudah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, seperti: Di Bawah
Lindungan Ka’bah dan Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck.
Beliau begitu luar biasa dibidang penulisan dan keilmuan,
karir beliau di dunia pendidikan juga cukup berkilau. Beliau juga pernah
menjadi seorang guru pada tahun 1927 kemudian beliau juga pernah menjabat
sebagai rektor di Perguruan Tinggi Islam Jakarta serta menjadi Guru Besar di
Universitas Mustopo Jakarta. Hingga puncak dari karir akademisnya ini adalah
ketika tahun 1959 beliau menerima predikat kehormatan Doktor Honoris Causa dari
Universitas Al Azhar, Mesir.
Begitu besar kontribusi beliau untuk dakwah islam pada
khususnya dan untuk kemajuan Indonesia pada umumnya, hal tersebut jelas
terlihat ketika beliau bersedia mengambil peran sebagai ketua Majelis Ulama
Indonesia (MUI) pertama pada tahun 1975. Dalam perannya sebagai seorang Ulama
Indonesia beliau begitu mendukung segala bentuk kebijakan yang dilakukan oleh
Presiden pada zaman tersebut, yaitu Soeharto. Namun beliau menolak kebijakan
pemerintah yang memintanya untuk membatalkan Fatwa MUI tentang hukum merayakan
Natal bersama umat nasrani. Beliau tetap tegas pada keyakinannya untuk tetap
menegakkan aqidah yang kuat bagi masyarakat Indonesia di atas sebuah kata
toleransi.
Sampai saat ini pun kontribusi beliau begitu
terngiang-ngiang di pikiran para murid-muridnya maupun siapa saja yang pernah
membaca karya-karya beliau. Beliau merupakan Ulama yang luar bisa yang pernah
dimiliki oleh umat Islam Indonesia. Beliau begitu mulititalenta. Seakan segala
kelebihan yang ada pada dirinya benar-benar milik umat dan beliau begitu dekat
dengan seluruh lapisan masyarakat. Dan tentunya dengan segala pengorbanannya
untuk Bangsa dan Negara beliau layak menyandang gelar pahlawan Nasional.
Oleh: Abdushshabur Rasyid Ridha
Tim Penulisan ARC FISIP UI
Referensi : http://www.fimadani.com/
0 komentar:
Posting Komentar